Hadis : Tingkatan Hadis Berdasarkan Sanadnya
Dalam ilmu hadis, tingkatan hadis berdasarkan sanad (rantai perawi) sangat penting untuk menentukan validitas dan keabsahan sebuah hadis. Berikut adalah tingkatan hadis berdasarkan kualitas sanadnya:
I. Hadis Shahih (الحديث الصحيح)
Hadis shahih adalah hadis yang memiliki sanad yang kuat dan dapat dipercaya. Kriteria hadis shahih menurut ulama hadis, seperti Imam Al-Bukhari dan Muslim, adalah:
- Sanad bersambung (ittishāl al-sanad) → Tidak ada perawi yang terputus dalam rantai periwayatan.
- Perawinya adil (‘adālah) → Perawi adalah seorang Muslim, baligh, berakal, tidak fasik, dan memiliki integritas tinggi.
- Perawinya dhabith (dhabt) → Perawi memiliki daya ingat yang kuat atau mencatat hadis dengan baik.
- Tidak ada syadz (syudzudz) → Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat.
- Tidak ada ‘illah (‘illah) → Tidak mengandung cacat tersembunyi yang mempengaruhi keabsahan hadis.
Contoh: Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
II. Hadis Hasan (الحديث الحسن)
Hadis hasan memiliki kriteria yang hampir sama dengan hadis shahih, tetapi tingkat ke-dhabt-an (hafalan/periwayatan) perawinya sedikit lebih lemah.
- Jika sanadnya lebih kuat, hadis hasan dapat naik menjadi shahih lighairihi (shahih karena dukungan riwayat lain).
- Jika ditemukan kelemahan, bisa turun menjadi dhaif.
Contoh: Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi, yang sering mengatakan “hadis hasan” dalam kitab mereka.
III. Hadis Dhaif (الحديث الضعيف)
Hadis dhaif adalah hadis yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari lima syarat hadis shahih. Penyebab kelemahan bisa berupa:
- Sanadnya terputus (inqitha‘), sehingga tidak jelas siapa yang meriwayatkannya.
- Perawinya tidak adil atau tidak dikenal (majhul).
- Perawinya lemah dalam hafalan (sū’ al-dhabt).
- Ada cacat (‘illah) dalam periwayatan yang tersembunyi.
Contoh: Hadis yang dalam sanadnya ada perawi yang dikenal suka berbohong atau pelupa.
🔹 Hadis Dhaif terbagi lagi menjadi beberapa jenis, seperti:
- Mursal → Perawi tabi’in meriwayatkan langsung dari Nabi ﷺ tanpa menyebut sahabat.
- Munqathi’ → Ada perawi yang hilang di tengah sanad.
- Mu‘dhal → Ada dua atau lebih perawi yang hilang secara berurutan.
- Syadz → Hadis bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat.
- Munkar → Perawinya lemah dan bertentangan dengan hadis yang lebih kuat.
- Mawdu‘ (Palsu) → Hadis yang direkayasa oleh perawi.
IV. Hadis Maudhu' (الحديث الموضوع)
Hadis maudhu' adalah hadis yang dipalsukan dan tidak berasal dari Nabi Muhammad ﷺ. Penyebabnya adalah adanya perawi yang diketahui sebagai pendusta (kazzāb) atau orang yang membuat hadis untuk kepentingan tertentu.
Ciri-ciri hadis maudhu':
- Sanadnya lemah atau tidak ada sama sekali.
- Matannya (isi hadis) bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis mutawatir, atau logika yang sehat.
- Ada pengakuan dari pembuatnya bahwa hadis itu palsu.
Contoh:
📌 Hadis Palsu → "Barang siapa yang makan ikan bersamaan dengan susu, maka akan terkena penyakit."
📌 Hadis Palsu → "Menuntut ilmu itu wajib meskipun sampai ke negeri China." (Ini bukan hadis dari Nabi ﷺ, tapi perkataan hikmah).
V. Hadis Mutawatir & Ahad (Berdasarkan Kuantitas Perawi)
Selain ditinjau dari sanadnya, hadis juga dikategorikan berdasarkan jumlah perawi:
-
Hadis Mutawatir (متواتر)
- Diriwayatkan oleh banyak perawi dalam setiap tingkatan sanadnya.
- Mustahil para perawi sepakat untuk berdusta.
- Memberikan ilmu yaqin (keyakinan yang kuat).
- Contoh: Hadis tentang wudhu Nabi ﷺ, jumlah rakaat dalam shalat, dll.
-
Hadis Ahad (أحاد)
- Diriwayatkan oleh satu atau beberapa orang perawi saja.
- Tidak mencapai level mutawatir, tetapi masih bisa diterima jika sanadnya kuat.
- Dibagi menjadi:
- Hadis Masyhur → Diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dalam setiap tingkatan sanad.
- Hadis Aziz → Diriwayatkan oleh dua orang dalam setiap tingkatan sanad.
- Hadis Gharib → Diriwayatkan hanya oleh satu orang di salah satu tingkatan sanad.
Kesimpulan
🔹 Hadis Shahih → Dapat dijadikan hujjah (dalil).
🔹 Hadis Hasan → Dapat dijadikan hujjah dengan syarat tidak bertentangan dengan hadis shahih.
🔹 Hadis Dhaif → Tidak bisa dijadikan hujjah dalam hukum, tetapi boleh digunakan dalam fadha’il a‘mal (keutamaan amal) dengan syarat tertentu.
🔹 Hadis Maudhu’ → Wajib ditinggalkan dan tidak boleh diamalkan.
Semoga bermanfaat. Wallāhu A‘lam.
Komentar
Posting Komentar