Egosentris Pejabat di Indonesia
Egosentris Pejabat di Indonesia dapat dipahami sebagai kecenderungan sebagian pejabat publik menempatkan kepentingan pribadi, kelompok, citra diri, atau kekuasaan di atas kepentingan rakyat dan tujuan negara. Fenomena ini relevan dibahas dari perspektif ilmu manajemen publik, kepemimpinan, dan pendidikan kewargaan.
1. Makna Egosentris dalam Tata Kelola Pemerintahan
Dalam konteks manajemen pemerintahan, egosentrisme muncul ketika pejabat:
Mengambil keputusan berbasis kepentingan diri/kelompok, bukan kebutuhan publik.
Lebih fokus pada popularitas dan pencitraan daripada dampak kebijakan.
Sulit menerima kritik, data objektif, dan masukan profesional.
Menganggap jabatan sebagai hak, bukan amanah.
Ini bertentangan dengan prinsip good governance: akuntabilitas, transparansi, partisipasi, dan keadilan.
2. Akar Masalah Egosentris Pejabat
a. Lemahnya Etika Kepemimpinan
Banyak pejabat unggul secara administratif, tetapi minim pembinaan etos kepemimpinan pelayanan (servant leadership).
b. Budaya Feodalisme Kekuasaan
Masih kuat pola:
Atasan selalu benar
Kritik dianggap ancaman
Jabatan dipersonifikasikan
Ini menghambat manajemen modern yang berbasis sistem dan kinerja.
c. Pendidikan Karakter yang Terputus
Pendidikan formal sering menekankan kognitif, namun kurang menanamkan:
Amanah
Integritas
Empati sosial
Tanggung jawab publik
Akibatnya, saat seseorang berkuasa, ego lebih dominan daripada nurani.
d. Sistem Reward–Punishment yang Lemah
Kinerja buruk sering tidak berdampak signifikan pada karier pejabat, sementara loyalitas politik justru lebih dihargai daripada kompetensi.
3. Dampak Egosentris Pejabat
Dari sudut pandang manajemen dan pembangunan:
❌ Kebijakan tidak tepat sasaran
❌ Pemborosan anggaran
❌ Proyek tidak berkelanjutan
❌ Konflik pusat–daerah / antar lembaga
❌ Turunnya kepercayaan publik
Dalam jangka panjang, ini menciptakan biaya ekonomi tinggi dan menghambat kualitas SDM bangsa.
4. Perspektif Manajemen Publik Modern
Pejabat idealnya berperan sebagai:
Manajer amanah, bukan pemilik jabatan
Fasilitator rakyat, bukan penguasa
Pengambil keputusan berbasis data, bukan ego
Konsep yang relevan:
Evidence-Based Policy
Collaborative Governance
Performance-Based Budgeting
5. Peran Strategis Pendidikan
Sebagai solusi jangka panjang:
Pendidikan harus menanamkan kepemimpinan berkarakter sejak dini
Sekolah dan pesantren menjadi laboratorium nilai:
Amanah
Tanggung jawab sosial
Musyawarah
Anti-korupsi
Pejabat masa depan lahir dari pendidikan yang memuliakan akhlak dan rasionalitas, bukan sekadar mengejar jabatan.
6. Penutup
Egosentris pejabat bukan sekadar persoalan individu, tetapi masalah sistem, budaya, dan pendidikan. Negara akan kuat bila dipimpin oleh orang-orang yang:
besar amanahnya, kecil egonya, dan luas keberpihakannya kepada rakyat.
Komentar
Posting Komentar